Demokrasi sampai hari ini masih
menjadi sistem yang paling dianggap dapat mewakili kepentingan rakyat disuatu
negara. Hal ini di dasari oleh demokrasi yang dapat diartikan pemerintahan yang
berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi di Indonesia juga
bukan merupakan wacana baru. Secara prosedural
Indonesia telah menjalankan
demokrasi lewat pemilihan umum sejak tahun 1955.
Demokrasi yang digambarkan dengan kebebasan
berpendapat juga telah mengalir deras sejak kejatuhan rezim Soeharto. Sampai
disini demokrasi di Indonesia terlihat sehat dan berjalan baik. Namun ternyata
tidak pada kenyataannya. Kesimpulan tidak berjalan baiknya demokrasi di
Indonesia berawal dari hal kecil, yaitu para politisi yang melulu mengangkat
demokrasi secara prosedural. Mereka lebih banyak membahas tentang partai
politik, sistem pemilu, undang – undang pemilu dan sebagainya.
Pada kenyataannya pemilihan umum
hanyalah salah satu metode yang “agak” mewakili berjalannya demokrasi.
Pernyataan tersebut berarti meskipun pemilihan umum berjalan sempurna tanpa
cacat, tetap saja hanya “agak” mewakili berjalannya demokrasi. Padahal
demokrasi baru dikatakan berjalan baik jika unsur substansialnya terpenuhi,
yaitu kesejahteraan rakyat. Unsur substantial demokrasi ini bukan tidak mungkin
tercapai di Indonesia selama penegakkan hukum berjalan baik. Karena banyak hak
– hak rakyat yang terampas oleh para pejabat yang tidak bertanggung jawab. Masalah
perampasan hak rakyat juga diiringi dengan kepentigan rakyat yang tidak di
perjuangkan oleh pemerintah bahkan perwakilan rakyat sekalipun.
Hal ini dapat di lihat dari
banyaknya kebijakan atau undang – undang yang di buat bukan untuk kepentingan
rakyat. Sebagai contoh, banyakya draf kebijakan yang dibuat oleh pihak asing menandakan
bahwa kebijakan atau undang – undang memiliki kecenderungan untuk
memeperjuangkan kepentingan suatu golongan bukan rakyat.
Masalah demokrasi juga bisa
dilihat dari sistem multipartai yang tidak terkendali. Para politisi seakan mengadu
untung dengan mendirikan partai – partai baru, yang parahnya juga tidak di buat
secara serius dan mengabaikan tugas partai yang sesungguhnya. Akibatnya, partai
politik di Indonesia hanya menjadi partai massa. Partai massa adalah
menggunakan partai hanya sebagai simbol untuk meraih massa sebanyak –
banyaknya. Mereka hanya mengabdi jika partai sudah berkuasa tetapi tidak jika
masa kuasanya sudah selesai. Mereka juga mengabaikan tiga fugsi utama partai
politik, yaitu mendidik rakyat, agregasi kepentingan, dan artikulasi
kepentingan.
Masalah demokrasi masih
berlanjut. Dalam pemilihan umum partai - partai Indonesia sadar betul jika
suara terbanyak yang akan berkuasa, hal ini memang mungkin salah satu kelemahan
sistem demokrasi Eropa. Oleh karena itu mereka akan mengusung kader yang
popularitasnya tinggi di masyarakat tanpa mempertimbangkan kompetensinya, sehingga dalam
panggung poltik baru - baru ini diramaikan oleh orang - orang yang biasanya kita
lihat di televisi sebagai entertainer. Terlebih lagi
dalam kasus lain lembaga – lembaga survei Indonesia dalam survei polpularitas
calon hanya mencantumkan nama calon. Sehingga hasil survey hanya sebatas
pengukur polpularitas calon entah itu dalam survey calon gubernur ataupun calon
presiden. Seharusnya lembaga – lembaga survey mencantumkan juga prestasi dan
rekam jejak dari para calon sehingga masyarakat bisa menilai tidak hanya dari
pernah melihat di bioskop atau televisi dalam sebuah film, atau melihatnya di
wawancarai sebuah stasiun televisi dan berkomentar tentang sebuah isu tetapi
juga bedasarkan kompetensinya.
Hasil dari kekacauan ini
kaderisasi yang seharusnya menjadi fungsi partai beralih kepada media massa. Sehingga
untuk memenangi kekuasaan pun hanya membutuhkan tiga hal, yaitu media massa,
lembaga survei, dan UKM percetakan untuk mencetak banner, baliho,
poster untuk kampanye. Inilah hal – hal yang terjadi di indonesia yang mungkin
luput dari pandangan kita.
Kekacauan ini bisa di hentikan.
Dalam jangka pendek, Indonesia banyak berharap dari calon – calon alternatif.
Calon – calon alternatif bukan semata – mata yang datang dari luar partai atau
seseorang yang belum pernah tampil di televisi. Tetapi lebih kepada seseorang
yang dapat membawa gagasan – gagasan baru bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Tetapi
mereka memilih karena mengetahui kompetensi yang dimiliki oleh setiap calon.
Tentu hal ini bukan hal yang mudah, perlu dukungan dari seluruh masyarakat
Indonesia dan kesadaran dari para politisi untuk tercapainya demokrasi yang
baik di Indonesia.
sumber : http://zednurf.blogspot.com/2012/12/demokrasi-dan-permasalahannya-di.html
terimakasih ini untuk bahan baru untuk sya
BalasHapusterimakasih ini untuk bahan baru untuk sya
BalasHapusThanks sangat membantu untuk tugas saya yg tidak saya mengerti
BalasHapus